Senin, 31 Oktober 2011

Teori Belajar Behavioristik


A.  Pengertian

Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya yaitu pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (S-R). Oleh karena itu teori ini disebut juga dengan teori Stimulus – Respons. Belajar menurut teori ini adalah upaya untuk  membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya.[1]
      Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).[2]
B.  Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik
Teori Belajar Behavioristik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Mementingkan pengaruh lingkungan (environ mentalistik)
2.    Mementingkan bagian-bagian (elementaristik)
3.    Mementingkan peran reaksi
4.    Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5.    Dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu
6.    Mementingkan pembentukan kebiasaan
7.    Memecahkan masalah dilakukan dengan cara trial and error[3]

C.  Macam-macam Teori Belajar Behavioristik
1.      Koneksionisme
Teori ini dikembangkan oleh Thorndike dalam tahun 1913,1932, 1935, dan 1968. Menurut teori ini bahwa belajar bagi hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (S-R). Oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori stimulus-respons.
Contoh :
Ketika seseorang melirik setangkai bunga melati yang indah dan harum di taman, dapat menjadi sebuah stimulus yang dapat mengakibatkan munculnya respons untuk memetiknya.
Begitulah terjadinya hubungan stimulus dan respons. Dalam teori koneksionisme ini Thorndike mengemukakan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
a.     Hukum kesiapan (law of readiness)
Menurut hukum ini, hubungan antara stimulus dan respons akan mudah terbentuk ketika ada kesiapan dalam diri invidu. Ada tiga hukum kesiapan :
-        Jika pada seseorang ada kesiapan untuk merespon atau bertindak, maka tindakan atau respons yang dilakukannya akan memberi kepuasan, dan mengakibatkan orang tersebut untuk tidak melakukan tindakan-tindakan lain.
-        Jika seseorang memiliki kesiapan untuk merespons, kemudian tidak dilakukannya, maka dapat mengakibatkan ketidak puasan, dan akibatnya orang tersebut akan melakukan tindakan-tindakan lain.
-        Jika seseorang tidak memiliki kesiapan untuk merespons, maka respons yang diberikan akan mengakibatkan ketidakpuasan.
Hukum kesiapan ini mengandung makna bahwa kegiatan belajar dapat berlangsung secara efisien dan efektif  bilamana si pelajar telah memiliki kesiapan belajar.
b.    Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini menjelaskan kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan respons. Hubungan atau koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan ( law of use), dan menjadi lemah karena kurang atau tanpa latihan (law of dissue).
c.     Hukum akibat (law of effect)
Hukum ini menunjuk kepada kuat atau lemahnya hubungan stimulus dan respons tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya. Apabila respons yang diberikan seseorang mendatangkan kesenangan, maka respons tersebut akan dipertahankan atau diulang, sebaliknya apabila respons yang diberikan mendatangkan atau diikuti oleh akibat yang tidak mengenakkan, maka respons tersebut akan dihentikan dan tidak akan diulang lagi. Implikasi dari hukun ini adalah apabila mengharapkan seseorang dapat mengulangi respons yang sama, maka harus diupayakan agar menyenangkan dirinya, contohnya dengan memberikan hadiah atau pujian. Sebaliknya apabila kita mengharapkan seseorang untuk tidak mengulangi respons yang diberikan, maka harus diberi sesuatu yang tidak menyenangkan contohnya dengan hukuman.

Selain hukum-hukumseperti yang telah dikemukakan diatas, konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike yaitu yang dinamakan dengan transfer of training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak pada masa sekarang harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang akan datang.Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus berguna dan dapat digunakan di luar sekolah.

2.      Classical Conditioning
Teori ini dipelopori oleh Pavlon tahun 1927, kemudian dikembangkan oleh Watson tahun 1970. Teori ini juga menyebutkan bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia.
Pavlon melakukan percobaan dengan seekor anjing.Dia ingin membentuk tingkah laku tertentu pada anjing. Bentuk percobaannya adalah sebagai berikut:
Dalam keadaan lapar, sebelum diberi makan dibunyikan lonceng, diperlihatkkan makanan, dan air liur anjing keluar. Keadaan ini terus menerus diulang, setelah beberapa kali dilakukan, ternyata pada akhirnya setiap lonceng berbunyi air liur anjing keluar meskipun tanpa diberi makanan.

Dari eksperimen ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu, yaitu dengan melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku.
3.      Operant Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Skinner merupakan pengembangan dari teori Stimulus Respons. Skinner membedakan dua macam respons :
a.      Respondent response (reflexive response)
Yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu, misalnya perangsang stimulus makanan menimbulkan keluarnya air liur. Respons ini relatif tetap, setiap ada stimulus seperti itu maka akan muncul respons tertentu.
b.      Operant response (instrumental response)
Yaitu respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian ini disebut reinforcer, karena perangsang-perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan organisme. Jadi dengan demikian, perangsang tersebut  mengikuti dan memperkuat suatu tingkah laku yang telah dilakukan. Misalnya, jika seseorang telah belajar melakukan sesuatu lalu mendapatkan hadiah sebagai reinforcer, maka ia akan menjadilebih giat dalam belajar.
Pada perilaku manusia respondent respons bersifat sangat terbatas, oleh karena itu sangat kecil untuk dapat dimodifikasi. Sebalikya. Instrumental response sifatnya tidak terbatas, oleh karena itu kemungkinan untuk dimodifikasi sangatlah besar. Dengan demikian, untuk mengubah tingkah laku seseorang kita dapat menggunakan instrumental response.
Skinner berpendapat bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu diurutkan atau dipecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya agar terbentuk pada tingkah laku yang diharapkan pada setiap tingkah laku yang spesifik yang telah direspons, perlu diberikan hadiah (reinforcer) agar tingkah laku itu terus menerus diulang, serta untuk memotivasi agar berlanjut kepada komponen tingkah laku selanjutnya sampai akhirnya pada pembentukan tingkah laku puncak yang diharapkan.
Sebagai ilustrasi teori ini, kita ingin membentuk kebiasaan anak dalam membaca buku. Untuk sampai pada kebiasaan itu, perilaku membaca dapat dipecah menjadi beberapa komponen tingkah laku, seperti halnya anak-anak melihat-lihat buku yang disediakan, membuka-buka buku, melihat-lihat gambar yang ada dalam buku, membaca isi buku.
Setiap komponen atau tingkah laku yang spesifik yang telah direspons anak  perlu diberikan hadiah atau penguatan yang dapat menimbulkan rasa senang. Dengan demikian, anak akan terus mengulangi perilaku tersebut dan melanjutkan pada komponen perilaku berikutnya.
Teori operant conditioning dari Skinner ini sangat besar pengaruhnya terutama dalam bidang teknologi pengajaran. Munculnya berbagai pendekatan baru dalam pengajaran seperti pengajaran berprograma (progrmmed instruction), pengajaran dengan bantuan komputer (computer assited instruction), mengajar dengan menggunakan mesin (teaching machine), semuanya berangkat dari konsep Skinner.[4]
4.      Contiguous conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Guthrie pada tahun 1935. Teori ini dikembangkan untuk menemukan cara mengubah kebiasaan yang kurang baik dengan memanfaatkan teori conditioning. Secara keseluruhan tingkah laku manusia merupakan serangkaian unit-unit tingkah laku yang saling memberikan respons terhadap stimulus. Yang timbul dari masing-masing unit tingkah laku tersebut. Dengan kata lain, kebiasaan yang tidak baik dalam deretan tingak laku dapat dihilangkan atau diganti dengan kebiasaan yang lebih baik. Dalam proses ini terjadi proses assosiasi antar masing-masing tingkah laku yang berurutan satu sama lain. Dengan berulang-ulang, proses assosiasi menjadi semakin kuat. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
a.              Metode respons bertentangan.
        Misalnya jika anak takut terhadap sesuatu, misalnya kucing, maka             letakkan permainan yang disukai anaka dekat dengan kucing.      Denganmendekatkan permainan anak pada kucing lambat laun anak tidak    akan takut       lagi padakucing.
b.              Metode membosankan.
          Misalnya seorang anak mencoba-coba mengisap rokok,minta kepadanya          untuk mengisap rokok terus sampai bosan, setelah ia bosan ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.

c.              Metode mengubah lingkungan.[5]
        Jika anak bosan belajar, ubahlah lingkungan belajarnya dengan suasana          lain dengan yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehinggaia merasa tertarik untuk             belajar[6]
5.      Systematic behavior
       Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
       Prinsip-prinsip utama teorinya :
• Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada.
Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
• Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma)). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati.
• Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisme.
[7]

D.    Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa
            Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a.       Mementingkan pengaruh lingkungan
b.      Mementingkan bagian-bagian
c.       Mementingkan peranan reaksi
d.      Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e.       Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f.       Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.      Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

            Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
            ujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
            Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyartan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
            Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :
            Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
            Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oelh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.[8]


[1] Sanjaya, Wina.2006.Strategi Pembelajaran.Jakarta:Kencana Perdana Media Group.112
[2] Trimandjuniarso.wordpress.com
[3] Muhaimin dkk.1996.Strategi Belajar Mengajar.Surabaya:CV Citra Media.26
[4] Sanjaya, Wina.2006.Strategi Pembelajaran.Jakarta:Kencana Perdana Media Group.113
[5] Muhaimin dkk.1996.Strategi Belajar Mengajar.Surabaya:CV Citra Media.34
[8] Trimandjuniarso.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar