Senin, 31 Oktober 2011

Psikologi Perkembangan


    A.            DEFINISI PSIKOLOGI  PERKEMBANGAN DAN TEORI PERKEMBANGAN
Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari atau membahas tingkah laku manusia yang sedang dalam taraf perkembangan mulai konsepsi sampai tua dan selanjutnya,berdasarkan pertumbuhan ,kematangan ,belajar dan pengalaman.Menurut Linda L.Davidoff (1991),psikologi perkembangan adalah cabang psikologi ynag mempelajari perubahan dan perkembangan struktur jasmani ,perilaku dan fungsi mental manusia,yang biasanya dimulai sejak terbentuknya makhluk itu melalui pembuahan hingga mati.Richard M.Lerner(1976)merumuskan psikologi perkembangan pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup.
Berdasarkan babarapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi perkembangan adalah cabang dari psikologi yang mempelajari secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetic.
     B.            DASAR PERKEMBANGAN
Pandangan Plato, Locke, dn Rousseau pada dasarnya bersifat spekulatif, walaupun pada abad ke 18 telah ada penelitian-penelitan tentang anak seperti Johan Heinrich Pestalozzi (1946-1827) ahli pendidikan dari Swiss, Dietrich Tiedemen (1787) Tabib dari Jerman, namun penelitian yang sungguh-sungguh terhadap perkembangan anak-anak baru dimulai pada abad ke 19 yang dipelopori oleh Charles Darwin dan Wilhem Wundt

Pengaruh Charles Darwin (1809-1882)

Ilmuan dari inggris yang terkenal dengan teori evolusinya ini, mempublikasikan lewat Origin of The Species (1859) dan Descent of Man (1871), karyanya ini merangsang untuk melakukan observasi terhadap perkembangan anak. Darwin menyatakan bahwa anak merupakan sumber yang kaya informasi tentang sifat dan ciri-ciri manusia, dengan mempelajari tingkah laku dan perkembangan anka, kita bisa mengetahui asal-usul manusia. Hal ini berhubungan dengan teori evolusinya mengenai pekembangan hewan dan manusia.

Pandangan biologis Darwin menganggap pekermbangan sebagai pembukaan kemampuan dan ciri-ciri yang telah terprogram secara genetik. Pandangan ini kemudian menjadi landasan bagi Psikolog Perkembangan seperti Stanley Hall dengan “perkembangan mengakhiri evolusi”, Sigmun Freud dengan “Tahap-tahap perkembangan seksualitas”, Arnold Gesselold dengan “Jadwal tetap pertumbuhan”, John Bowlby Chomsky dengan “Kemampuan berbahasa yang dibawa sejak lahir” serta riset “perkembangan biologi syaraf” yang meneruskan tradisi Darwin.

Pengaruh Wilhem Wundt (1832-1920)

Peristiwa penting abad ke 19 menjadi dasar tumbuhnya Psikologi sebagai disiplin yang berdiri sendiri, ditandai dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama oleh Wilhelm Wundt (1879) di Leipzzing. Wundt beranggapan bahwa eksperimen memiliki arti penting bagi psikologi, dia memberi dasar pada Psikologi Esperimental. Menurut Wundt eksperimen dapat membuktikan wilayah pengamatan dari tanggapan.

Pandangan Wundt dan Darwin berpengaruh pada G Stanley Hall (1846-1924) murid Wundt di Leipzzing, Stanley mengambil dari Darwin aalah “tentang adanya rekapitulasi dalam perkembangan manusia” menurutnya, perkembangan individu perefleksikan perkembangan species yang berarti bahwa adanya pengulangan (rekapitulasi) dari perkembangan species yang meliputi beberapa tingkatan evolusi. Wundt memperluas konsep rekapitulasi yang meliputi perkembangan kebudayaan, biologis manuisia. Oleh karena itu Stanleyterkenal dengan “Recapitulations Theory” yang berangapan bahwa “Pentahapan dala proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak ke arah kematangan adalah pengulangan secara filogenetis sejarah perkembangan manusia”.

Selanjutnya Hall dan muridnya Clark, berusaha untuk mengetahui stuktur pikiran anak-anak dengan melakukan penelitian tentang permainan anak dan isi pikiran anak di Universitas Massachusetts. Mereka mengumpulkan data tentang perkembangan anak-anak, remaja, orang tua, dan guru dengan sampel yang cukup besar. Penelitian ini dianggap permulaan studi sistematik dan metodologik terhadap anak-anak di amerika.

    C.            PERKEMBANGAN FISIK
1.      Masa Pralahir
Masa yang berlangsung sejak konsepsi sampai anak lahir.Di dalam kandungan perkembangan fisik dapat dilihat ketika kandungan ibu bertambah besar setip bulannya.Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan seseorang pada masa pralahir:Gizi,perangsangan,emosi ibu,penyakit dan usia ibu.
2.      Masa Bayi
Masa ini berlangsung dari saat bayi lahir sampai berumur 2 tahun.pada masa ini adanya perkembangan fisik Nampak dari makin bertambahnya ukuran panjang dan berat badan bayi.Perkembangan motorik Nampak adanya respon bayi terhadap rangsang berupa gerakan seluruh tubuh dan reflek-reflek.Perkembangan berfikir pada bayi di tandai oleh persyaratan ingin tahu.pada masa ini pula terjadi permulaan dari perkembangan bicara.
3.      Masa Balita
Masa ini mulai umur 3 – 5 tahun ,masa ini merupakan masa anak pra sekolah.Dengan bertambahnya kematangan perkembangan otak yang  mengatur system syaraf –otot memungkinkan anak-anak usia ini lebih lincah dan lebih aktif.Dan dalam perkembangan berbicara selain terjadioleh pematangan dari organ-oragan bicara dan fungsi berfikir ,juga Karen lingkungan juga membantu mengembangkannya.
4.      Masa Anak-anak
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang lumayan lambat.pada masa ini mulai umur 6 – 12 tahun.Tapi pada masa ini anak-anak memiliki ketrampian dalam menolong dirinya sendiri.
5.      Masa Remaja
Masa remaja mulai umur 13 – 17 tahun .masa ini mengalami perkembangan fisik yang sangat cepat dari bentuk tubuh semakin besar.Masa ini merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa.Dan masa ini masa yang mengalami Pubertas.
6.      Masa Dewasa
Pada masa ini tidak terdapat perkembangan fisik yang menonjol karena masa ini sudah lepas dari masa Growing –Up.
    D.            PERKEMBANGAN KOGNITIF
     E.            PERKEMBANGAN EMOSI
Emosi adalah sebuah istilah yang sudah popular, namun maknanya secara tepat masih membingungkan, baik dikalangan ahli psikologi maupun ahli filsafat. Oleh sebab itu kalau rumusan psikolog tentang emosi sangat bervariasi. perasaan dan pikiran yang khas, keadaan psikologis dan biologis, dan berbagai kecenderungan untuk bertindak.
keadaan perasaan subjektif, seringkali diiringi ekspresi wajah dan tubuh, dan memiliki sifat membangkitkan dan memotivasi.
     F.            PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu: (1) tahap oral, (2) tahap anal: 1-3 tahun, (3) tahap palus: 3-6 tahun, (4) tahap laten: 6-12 tahun, (5) tahap genetal: 12-18 tahun, (6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.
Tahap perkembangan kepribadian menurut freud:
a.      Tahap Oral (mulut)

Tahapan ini berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan.
Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Kenikmatan yang diperoleh dari inkorporasi oral dapat dipindahkan ke bentuk-bentuk inkorporasi lain, seperti kenikmatan setelah memperoleh pengetahuan dan harta. Misalnya, orang yang senang ditipu adalah orang yang mengalami fiksasi pada taraf kepribadian inkorporatif oral. Orang seperti itu akan mudah menelan apa saja yang dikatakan orang lain.
b. Tahap Anal
Tahapan ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun. Kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.
c. Tahap Phallic

Tahapan ini berlangsung antara usia 3 dan 6 tahun. Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Sebaliknya pada anak wanita merasakan kekurangan akan penis karena hanya mempunyai klitoris, sehingga terjadi penyimpangan jalan antara anak wanita dan laki-laki. Lebih lanjut, pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex, yaitu keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dnegannya. Misalnya anak laki-laki akan mengalami konflik oedipus, ia mempunyai keinginan untuk bermain-main dengan penisnya. Dengan penis tersebut ia juga ingin merasakan kenikmatan pada ibunya.
d. Tahap Latency
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun dan masa pubertas. Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten.
e. Tahap Genital
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan.
Struktur Kepribadian
Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari id, ego dan superego. Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan “pleasure principle”. Ego adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego. Superego adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik- buruk, salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego.
Gerald Corey menyatakan dalam perspektif aliran Freud ortodoks, manusia dilihat sebagai sistem energi, dimana dinamika kepribadian itu terdiri dari cara-cara untuk mendistribusikan energi psikis kepada id, ego dan super ego, tetapi energi tersebut terbatas, maka satu diantara tiga sistem itu memegang kontrol atas energi yang ada, dengan mengorbankan dua sistem lainnya, jadi kepribadian manusia itu sangat ditentukan oleh energi psikis yang menggerakkan.( Ibid ).
    G.            PERKEMBANGAN MORAL
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg  pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai  berikut:
1. Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan  ini dapat dibagi menjadi dua tahap:
Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan
Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat "baik", hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas
Tahap 2 : Orientasi Relativis-instrumental
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: "jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu". Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :
Tahap 3 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi "anak manis"
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau "alamiah". Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan "dia bermaksud baik" untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi "baik".
Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban
Terdapat orientasi  terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.


3. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip) 
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:
Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial Legalitas
Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal "nilai" dan "pendapat" pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah "moralitas resmi" dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.


Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal
Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.
Berdasarkan penelitian empirisnya tersebut, secara kreatif Kohlberg menggabungkan berbagai gagasan dari Dewey dan Piaget, bahkan berhasil melampaui gagasan-gegasan mereka. Dengan kata lain ia berhasil mengkoreksi gagasan Piaget mengenai tahap perkembangan moral yang dianggap terlalu sederhana.Kohlberg secara tentatif menguraikan sendiri tahap-tahap 4, 5 dan 6 yang ditambahkan pada tiga tahap awal yang telah dikembangkan oleh Piaget. Dewey pernah membagi proses perkembangan moral atas tiga tahap : tahap pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom. Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan menggolongkan seluruh pemikiran moral anak seperti kerangka pemikiran Dewey, : (1) pada tahap pramoral anak belum menyadari keterikatannya pada aturan; (1) tahap konvensional dicirikan dengan ketaatan pada kekuasaan; (3) tahap otonom bersifat terikat pada aturan yang didasarkan pada resiprositas (hubungan timbal balik). Berkat pandangan Dewey dan Piaget maka Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap pertimbangan moral anak dan orang muda seperti yang tertera di atas.

Hubungan antara tahap-tahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya terintegrasi dalam struktur baru. Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang semakin dibeda-bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi. Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi, mengerti pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.


Selanjutnya penelitian lintas budaya yang dilakukan  di Turki, Israel, Kanada, Inggris, Malaysia, Taiwan, dan Meksiko memberikan kesan kuat bahwa urutan tahap yang tetap dan tidak dapat dibalik itu juga bersifat universal, yakni berlaku untuk semua orang dalam periode historis atau kebudayaan apa pun.

Menurut Kohlberg penelitian empirisnya memperlihatkan bahwa tidak setiap individu akan mencapai tahap tertinggi, melainkan hanya minoritas saja, yaitu hanya 5 sampai 10 persen dari seluruh penduduk, bahkan angka inipun masih diragukan kemudian. Diakuinya pula bahwa untuk sementara waktu orang dapat jatuh kembali pada tahap moral yang lebih rendah, yang disebut sebagai "regresi fungsional".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar