BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran adalah suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang
terdiri darikomponen-komponen yang berintelerasi dan berinteraksi antara satu
dengan yanglainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran
yangtelah ditetapkan sebelumnya. Proses pengajaran ditandai atau diketahui oleh
adanyainteraksi antara komponen-komponen pengajaran.
Beberapa komponen pengajaranyang saling berkaitan tersebut, yaitu
pengajar/guru, pelajar/siswa, metode pengajaran,media pengajaran, sarana dan
prasarana.Begitu juga Surya berpendapat sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah bahwa
baik buruknya situasi proses belajar-mengajar dan tingkatan pencapaian
hasil proses instruksional itu pada umumnya bergantung pada faktor-faktor
yang meliputi:karakteristik siswa,
karakteristik pengajar, interaksi dan metode, karakteristik kelompok
fasilitas fisik, mata pelajaran, dan lingkungan alam sekitar.
Dengan tidak adanya atau tidak berfungsinya salah satu dari komponen
tersebuttentu akan menghambat laju proses pembelajaran. Dengan demikian, metode pengajaran
pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri keberadaannyadalam melakukan kegiatan pembelajaran
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
konsep dasar, langkah-langkah dan keunggulan serta kekurangan metode
Audiolingual pada pembelajaran Bahasa Arab MI?
2.
Bagaimana
konsep dasar, langkah-langkah dan keunggulan serta kekurangan metode
Komunikatif pada pembelajaran Bahasa Arab MI?
3.
Bagaimana
konsep dasar, langkah-langkah dan keunggulan serta kekurangan metode Guru Diam
(silent way) pada pembelajaran Bahasa Arab MI?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
konsep dasar, langkah-langkah dan keunggulan serta kekurangan metode
Audiolingual pada pembelajaran Bahasa Arab MI.
2.
Mengetahui
konsep dasar, langkah-langkah dan keunggulan serta kekurangan metode
Komunikatif pada pembelajaran Bahasa Arab MI.
3.
Mengetahui
konsep dasar, langkah-langkah dan keunggulan serta kekurangan metode Guru Diam
(silent way) pada pembelajaran Bahasa Arab MI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metode Audiolingual
Metode
audiolingual (al-thariqah al-sam’iyyah
al-syafawiyyah/ audiolingual method). Mula-mula muncul di Amerika Serikat
(AS). Kelahirannya tidak lepas dari konteks sosial politik negara itu, yaitu
jetika terjadinya pergolakan perang dunia 1.saat itu AS mengalami kekalahan
dalam peperangan, maka untuk kepentingan penggalangan kekuatan baru ia sangat
membutuhkan personalia yang lncar berbahasa asing (yang nantinya dapat
ditempatkan dinegara-negara seperti Prancis, Belanda, Cina, dan negara-negara
jajahannya) yang mampu bekerja sebagai penerjemah, asisten-asaisten dalam
bidang penerjemah dokumen-dokumen, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang
memerlukan komunikasi langsung dengan penduduk setempat.[1]
Untuk
memenuhi kebutuhan ini diperlukan suatu program yang mampu mengembangkan
kemampuan berbahasa asing secara cepat. Sebagai tindak lanjutannya pemerintah
AS menugaskan beberapa universitas untuk merencanakan program pengajaran bahasa
asing untuk merencanakan program pengajaran bahasa asing untuk para personalia
militer yang mempunyai kemampuan bahasa yang diperlikan. Maka didirikanlah
badan yang dinamakan Army Specialized
Training Program (ASTP) pada tahun 1942. Tujuan program ini adalah agar
peserta memiliki keterampilan berbicara dalam beberapa bahasa asing.
Oleh
karena tujuan ini bukan hal yang lazim di AS pada waktu itu, maka diperlikan
pendekatan dan metode yang “Lain dari yang lain”, maka munculah metode yang
dikenal dengan army method. Pada
mulanya metode ini ditunjukkan untuk kalangan militer, tetapi selanjutnya
digunakan juga untuk umum. Metode ini pada dasarnya mengintensifkan
prinsip-prinsip pada direct method atau
metode langsung yang dikembangkan
oleh Carles Berlitz di Jerman menjelang abad ke-19. Metode ini mencoba
menstimulasi cara pelajar belajar bahasa asing secara langsung dan intensif
dalsm komunikasi. Pelajar bahasa asing dalam hal ini dibiasakan untuk berpikir
dengan bahasa asing. Oleh karena itu penggunaan bahasa ibu dan bahasa kedua
dielahkan sama sekali. Melihat adanya peningkatan kebutuhan akan penguasaan
bahasa asing secara cepat, para pelajar bahasa asing memandang perlu adanya
metode yang sipandang lebih berhasil guna. Maka pada tahun 1950-an muncullah
metode audiolingual. Sejak itulah
metode Audiolingual sangatlah populer digunakan dalam pengajaran bahasa asing.
1.
Konsep Dasar Metode Audiolingual
Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran bahasa,
sebagaimana kita ketahui, yaitu teori tata bahasa tradisional dan struktural.
Keduanya memiliki pandangan yang saling berbeda dalam hal tata bahasa. Teori
tradisional meyakini adanya tata bahasa yang semesta, sedangkan teori
struktural meyakini bahwa struktur bahasa di dunia tidak sama, menurut teori
tradisional bahasa yang baik dan benar adalah menurut para ahli bahasa (dalam
istilah linguistik disebut preskriptif), sedangkan menurut teori struktural
yang baik dan benar adalah yang digunakan oleh penutur asli (dalam istilah
linguitik disebut deskriptif).[2]
Dengan demikian pendekatan struktural melihat struktur bahasa
sebagai fokus perhatian. Struktur bahasa dalam hal ini dianggap sama dengan
pola-pola kalimat. Pandangan ini bertolak belakang dengan pendekatan
tradisional yang memandang sebaliknya.
Metode audiolingual adalah metode mendasarkan diri kepada
pendekatan struktural dalam pengajaran bahasa. Sebagai implikasinya metode ini
menekankan penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari
dengan memulainya dari sistem bunyi (fonologi), kemudian sistem pembentukan
kata (morfologi), dan sistem pembentukan kalimat (sintaksis). Karena menyagkut
struktur bahasa secara keseluruhan, maka dalam hal ini juga ditekankan system
tekanan, nada, dan lain-lain. Maka bahasa tujuan diajarkan dengan mencurahkan
perhatian pada lafal kata, dan pada latihan berkali-kali (drill) secara
intensif. Bahkan drill inilah yang biasanya dijadikan teknik utama dalam proses
belajar mengajar. Drill ialah suatu teknik pengajaran bahasa yang dipakai oleh
semua guru bahasa pada suatu waktu untuk memaksa para pelajar mengulang dan
mengucapkan suatu pola kalimat dengan baik tanpa kesalahan (1983:15-16).
Mengadakan drill dengan konsisten akan melahirkan suatu kebiasaan yang baik
dalam berbahasa. Menurut Hubbard (1983:15-16) drill ini berdasar langsung pada
teori psikologi yang disebut behaviorisme. Menurut para behavioriskebiasaan
terbentuk apabila suatu jawaban (response) pada rangsangan (stimulus) secara
konsisten diberikan hadiah (reward) sebagai pengyatan (reinforcement). Tokoh
terkenalnya adalah skinner yang sangat tertarik pada perilaku bahasa manusia.
Hasil analisisnya menyatakan bahwa bunyi-bunyi ujar diucapkan dan diperkuat
sama seperti perilaku nonverbal lainnya. Perilaku berbahasa manusia dibentuk
oleh penguatan yang lazim dipakai dalam masyarakat. Urutannya menurutnya adalah
: Rangsangan –Pespon-Penguatan atau Stimulus-Response-Reinforcement. Di dalam
psikologi konsep ini disebut operamt-conditioning/al-isyrah al-ijra’i yaitu
penguatan terhadap respon pelajar untuk mendapatkan respon baru sesuai
rangsangan yang diberikan,dan diberikan dalam rangka pembiasaan yang baik.
Menurutnya hadiah lebih efektif dari pada hukuman dalam situasi pengajaran
kebiasaan. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa para pelajar bahasa tujuan harus
diatur sedemikian rupa sehinnga mereka mempunyai peluang banyak untuk memberi
respon yang benar. Jadi suatu program pengajaran bahasa kedua atau asing harus
disajikan sedemikian rupa sehingga merupakan serentetan langkah yang tidak
boleh terlalu sukar bagi para pelajar.
Pandangan ini menjadi dasar yang kuat bagi metode audiolingual dalam pengajaran bahasa. Selanjutnya melahirkan
dasar pikiran tertentu yang membedakannya dengan yang lainnya. Al-Naqah (2010)
dan Badri (1986 : 16-22) mengatakan dasar itu adalah bahwa bahasa adalah
ujaran, bukan tulisan: bahasa terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan;yang harus
dipelajari adalah bahasa, bukan tentang bahasa; bahasa bukan untuk dibicarakan,
tetapi harus digunakan; semua bahasa di dunia memiliki perbedaan. Selain itu
Al-Khuli (1982: 23-24) menambahkan dasar lain dengan adanya urutan keterampilan
berbahasa yang harus diajarkan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Konsep ini mengandung arti bahwa:
a.
Dasar
bahasa adalah percakapan, sedangkan tulisan adalah bagian dari percakapan. Maka
materi yang perlu diprioritaskan dalam pengajaran bahasa asing atau bahasa
tujuanadalah memahami pembicaraan dan berbicara, setelah itu baru aspek lain,
yaitumembaca dan menulis. Hal ini sejalan dengan aktivitas seorang anak dalam
mempelajari bahasa ibu, yaitu mendengarkan dahulu, kemudian berbicara sebelum
dilanjutkan kepada aktivitas belajar bahasa sebagai bacaan dan tulisan;
b.
Cara
yang tepat untuk mengajarkan bahasa asing atau bahasa tujuan adalah membentuk
kebiasaan berbahasa. Para ahli metode memandang bahwa kebiasaan ini sama halnya
seperti seorang anak dalam memperoleh kebiasaan-kebiasaan sosial budaya di
masyarakatnya. Oleh sebab itu diperlukan adanya usaha-usaha untuk memperoleh
kebiasaan-kebiasaan yang baik, yaitu dengan memberikan stimulus secara berulang
untuk mendapatkan respon yang berulang kemudian diberikan penguatan sebagaimana
dijelaskan diatas;
c.
Materi
yang harus dipelajari adalah bahasa asing atau bahasa tujuan itu,bukan materi
mengenai bahasa. Artinya metode ini memiliki prinsip yang bertolak belakang
dengan metode kaidah dan terjemah, yaitu
tidak memperhatikan aspek kaidah bahasa maupun terjemahan, kecuali jika sangat
terpaksa. Sebagai gantinya pelajar dituntuk untuk berlatih sacara intensif
dalam penggunaan bahasa. Dengan demikian bahasa adalah untuk digunakan, bukan
untuk dibicarakan;
d.
Para
ahli bahasa struktural menolak adanya pikiran tata bahasasemesta yang memandang
adanya kaidah-kaidah bahasa secara keseluruhan. Akan tetapi sebaliknya mereka
memandang bahwa setiap bahasa di dunia memiliki kaidah masing-masing yang
berbeda dengan yang lainnya. Para ahli metode ini memandang bahwa problematika
terbesar dalam pengajaran bahasa adalah adanya perbedaan antara bahasa tujuan
sebagai bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu dan aspek suara, struktur,
makna. Oleh sebab itu untuk memperoleh penguasaan yang baik adalah pembiasaan
secara konsisten dengan jalan latihan.
Namun demikian setelah mencapai ketenarannya tahun 1951-an dan
1960-an (Nababan, 1993:35), metode ini mendapat kritikan dari para pelajar dan
ahli linguistik. Kritikan terutama ditunjukankepada konsep dasar tersebut
sebagaimana digambarkan olrh Al-Khuli (1982:24-25) bahwa :
a.
Percakapan
bukan satu-satunya aspek kecakapan yang utama, sebab aspek lain juga penting
sebagai unsur keterampilan secara utuh;
b.
Urutan
keterampilan bukan hal yang mestu dilakukan, sebab bisa saja
keterampilan-keterampilan itu diajarkan dalam waktu yang bersamaan;
c.
Menggunakan
kaidah bahasa dan tarjamah bukan suatu yang dilarang. Sebab antara kaidah
dengan bahasa sangat erat kaitannya, maka justru akan membantu pelajar dalam menguasai
kecakapan berbahasa;
d.
Todak
benar bahwa mempelajari bahasa ibu sama dengan mempelajari bahasa asing, sebab
secara psikologis belajar bahasa ibu sangat berkaitan dengan unsur-unsur
emosional anak terhadap orang tua dan keluarganya, sehingga penggunaanya,
merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan kebutuhan dasar,emosi dan pikirannya.
Sedangakan mempelajari bahasa asing tidak demikian;
e.
Benar
bahwa bahasa-bahasa di dunia memiliki unsur-unsur yang berbeda, tetapi benar
juga bahwa bahasa-bahasa itu memiliki unsur-unsur yang saling menyerupai. Oleh
sebab itu sangat penting mengetahui asapek persamaan dan perbedaan antara
bahasa asing dengan bahasa ibu dalam pengajaran bahasa asing.
2.
Langkah-Langkah Menggunakan Metode Audiolingual
Sebagaimana metode ini , yaitu mendengarkan
dan berbicara, maka amplikasinya lebih menekannka dua aspek ini sebelum
kepada dua aspek lainnya. Jika melihat konsep dasarnya, maka ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam aplikasinya yaitu:[3]
a.
Pelajar
harus menyimak, kemudian berbicara, lalu membaca, dan akhirnya menulis;
b.
Tata
bahasa harrus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialog
dengan topik-topik situasi-siyuasi sehari-hari;
c.
Latihan
(drill/al-tadribat) harus mengikuti
operant-conditioning seperti yang telah dijelaskan. Dalam hal ini hadiah baik
diberikan ;
d.
Semua
unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah kepada yang sukar atau
bertahap (graded
exercise/tadarruj/al-tadrib);
e.
Kemungkinan-kemungkinan
untuk membuat kesalahan dalam memberi respon harus dihindarkan, sebab penguatan
positif dianngap lebih efektif dari pada penguatan negatif.
Terlihat bahwa metode audiolingual pada dasarnya tidak hanya
menekankan latihan dan pembiasaan para pelajar untuk membentuk kecakapan
berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar dalam membimbing mereka sangat
diperlihatkan. Oleh sebab itu seorang pengajar harus benar-benar menguasai
prinsip-prinsip itu.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, diperlukan langkah-langkah
yang dianngap cocok. Misalnya saja langkah yang dipilih adalah sebagai berikut:
a.
Pendahuluan,
memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik
berupa apersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya.
b.
Penyajian
dialog/ bacaan pendek yang dibacakan oleh guru berulang kali, sedangkan pelajar
menyimaknya tanpa melihat pada teksnya.
c.
Peniruan
dan penghapalan dialog/bacaan pendek dengan teknik meniru setiap kalimat secara
serentak dan menghapalkannya. Di dalam pengajaran bahasa. Teknik ini dikenal
dengan teknik “peniruan-penghapalan” (mimicry-memorization
technique/ uslub al-muhakah wal-hifzh).
d.
Penyajian
pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog/bacaan yang dianggap sulit karena
terdapat struktur atau ungkapan-ungkapan yang sulit. Hal ini bisa dikembangkan
denagan drill dengan teknik ini
dilatih struktur dan kosa kata. Contoh sebagai berikut:
Drill yang mengganti satu unsur (al-tdrib al-namthi)
Guru : S1اناثلميذ
Pelajar : R1 اناثلميذ
Guru : (member penguatan
dan rangsangan baru): S2
صحيح
,... نحن ....!
Pelajar : R2 نحن
تلا ميذ
Dan seterusnya
Drill Tanya jawab (tadrib al-su’al wa al-jawab):
Guru : S1يكتب احمدالدرس في الفصل
Guru : S2ماذايعمل احمد؟
Pelajar : R2يكتب الدرس
Guru : (member penguatan
dan rangsangan baru): S2
صحيح , ... واين وكتب احمد؟
Pelajar : R2في الفصل
Dan seterusnya.
Drill menyatukan kalimat (tadrib tamzij al-hamal):
Guru : S1
ابراهيم لايذهب الي المدرسة
"هومريد" ...(لان)
Pelajar : R1
ابراهيم لايذهب الي المدرسة لانه مريض
Guru : S2
"ابراهيم
مريض", "ابرهيم يقرا الكتا ب في بيته"...(لكن)
Pelajar : R2
ابراهيم مريض, لكنه يقرا الكتاب في بيته
Dan lain-lain.
Keterangan : S = Stimulus; R = Respon.
e.
Dramatisasi
dari dialog/bacaan yang sudah dilatihkan diatas. Pelajar yang sudah hapal
disuruh mempergunakaanya di muka kelas;
f.
Pembentukan
kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola-pola kalimat yang sudah
dilatihkan;
g.
Penutupan
(jika diperlukan) misalnya dengan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah.
Dalam hal ini pelajar disuruh berlatih kembali dalam menggunakan pola-pola yang
sudah dipelajarinya di sekolah.
3.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Audiolingual
Sebagaimana metode langsung, metode audiolingual memiliki kelebihan
dan kekurangan. Berdasarkan karakteristik metode ini, kita bisa melihat
beberapa aspek kelebihan dan kekurangannya:[4]
Aspek kelebihannya
antara lain:
a.
Para
pelajar menjadi terampil dalam membuat pola-pola, kalimat yang sudah di-drill;
b.
Para
pelajar mempunyai lafal yang baik atau benar;
c.
Para
pelajar tidak tinggal diam dalam dialog tetapi harus terus menerus memberi
respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru;
Aspek kelemahannya antara lain:
a.
Para
pelajar cenderung untuk memberi respon secara serentak (atau secara individual)
seperti “membeo”, dan sering tidak mengetahui makna yang diucapkan, respon ini
terlalu mekanistis;
b.
Para
pelajar tidak diberi latihan dari makna-makna lain dari kalimat yang dilatih
berdasarkan konteks. Sebagai akibatnya mereka hanya menguasai satu maka atau
arti dari suatu kalimat, dan komunikasi hanya dapat lancar apabila kalimat-kalimat
yang digunakan diambil dari kalimat-kalimat yang sudah dilatihkan di kelas
bahkan pengajaran struktur kalimat lebih menekannkan aspek reseptif;
c.
Sebetulnya
para pelajar tidak berperan aktif tetapi hanya memberikan respon pada
trangsangan yang diberikan oleh guru. Jadi gurulah yang menentukan semua
latihan dan materi pelajaran di kelas. Dialah yang mengetahui jawaban atas
semua pertanyaan yang diajukan di kelas. Dengan kata lain penguasaan kegiatan
dalam kelas dapat disebut “dikuasai sepenuhnya oleh guru”;
d.
Metode
ini berpendirian bahwa jika tahap-tahap awal para pelajar tidak/belum mengerti
makna dari kalimat-kalimat yang ditirunya, tidak dianggap sebagai hal yang
meresahkan. Selanjutnya dengan menyimak apa yang dikatakan oleh guru, memberi
respon yang benar, dan melakukan semua tugas tanpa salah, pelajar sudah
dianggap belajar bahasa tujuan dengan benar. Jika dianalisa pendirian ini
kurang dapat diterima, sebab meniru tanpa mengetahui makna adalah suatu
aktivitas yang mubadzir. Kecuali itu, hapalan pola-pola kalimat dengan ucapan
yang baik dan benar belum berarti bahwa para pelajar dengan sendirinya akan
mampu berkomunikasi dengan wajar. Oleh sebab itu diperlikan bimbingan yang
intensif dalam mencapai kemampuan komunikasi ini.
B.
Metode Komunikatif
Metode ini mulai berkembang bersamaan dengan terjadinya
beberapa perubahan pada tradisi pengajaranbahasa yang terjadi di Inggris pada
tahun 1960-an yang bersamaan dengan ditolaknya pendekatan audilingual di
Amerika. Para praktisi merasa tidak puas karena para pelajar, setelah belajar
beberapa tahun, tetap belum lancar berkomunikasi dalam bahasa target. Sedangkan
para ahli linguistik mengecam dari sisi landasan teoritisnya.
Kelahiran metode komunikatif merupakan hasil dari
sejumlah kajian tentang pemerolehan bahasa (iktisab al-lughah/language
acquisition) dan berbagai penelitian mengenai metode pengajaran bahasa di Eropa
dan Amerika. Meskipun terdapat beberapa variasi dalam penerapannya, Metode
Komunikatif tetap mempertahankan karakteristik dasarnya yaitu apa yang dikenal
dengan kesenjangan informasi (fajwah ma’lumat/information gap), pilihan
(ikhtiyar/choice) dan umpan balik (tagziyah raji’ah/feed back), dan materi
otentik (min mashadir asliyah/authentic material).
a. Kesenjangan informasi
Kesenjangan informasi terjadi apabila terdapat dua orang
atau lebih saling bertukar informasi, dimana orang yang mengetahui sesuatu
memberikan informasi kepada orang yang tidak mengetahuinya. Hal ini sejalan
dengan tujuan komunikasi yaitu menjembatani kesenjangan informsi di antara
siswa.
b. Pilihan
Dalam berkomunikasi seorang pembicara mempunyai kebebasan
untuk memilih ungkapan yang akan digunakan dan kebebasan untuk memilih cara
bagaimana mengatakan sesuai dengan konteks kapan dan dimana ungkapan itu
digunakan.
c. Umpan Balik
Suatu komunikasi memiliki tujuan sehingga seorang
pembicara bisa menilai apakah tujuannya
itu tercapai atau tidakberdasarkan informasi yang diterima dari lawan bicara.
Kalau lawan bicara tidak memberikan respon balik terhadap apa yang kita katakan
maka situasi seperti itu dianggap tidak komunikatif.
d. Bahan ajar otentik
Penggunaan bahan ajar otentik dianggap penting untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan
strategi untuk menggunakan dan memahami
bahasa dalam situasi atau kontiks yang sesuai. Bahan ajar otentik yang
dimaksudkan disini adalah penggunan bahan ajar yang diambil dari sumber-sumber
yang bukan ditujukan khusus bagi pengajaran bahasa.[5]
1.
Konsep Dasar Metode Komunikatif
Metode
komuikatif adalah sebuah metode yang lebih mengandalkan kreativitas para
palajar dalam melakukan latihan. Pada tahap ini keterklibatan guru secara
langsung mulai dikurangi untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk
mngembangkan kemampuan sendiri. Para pelajar pada tahap ini ditekankan untuk
lebih banyak berbicara dari pada guru. Secara pikologis setiap kelas mmiliki
keendrungan, pandangan dan kemampuan kolektif yang tidak sama, oleh bab itu
guru harus pandi memanfaatkan kondisi ini agar setiap embelajaran yang
dilakukan setidaknya memberikan kegairahan kepada mereka.[6]
2.
Langkah-Langkah
Metode Komunikatif
Dalam pengajaran yang menggunakan metode komunikatif,
teknik yang paling banyak di gunakan adalah penggunaan bahan ajar otentik (min
mashadir asliyyah/authentic material), permainan bahasa (al’ab
lugawiyah/language games), rangkaian gambar cerita (silsilah qishah
mushawwarah/picture strip story) dan bermain peran (tamsil daur/role
play), penyelesaian masalah (hal musykilat/problem solving).
Berikut ini akan di sajikan contoh prosedur pengajaran
bahasa asing yang menggunakan Metode Komunikatif (disadur dari Finocchiaro dan
Brumfit 1983: 107-8).
1)
Pembelajaran diawali dengan penyajian suatu
dialog singkat atau beberapa dialog mini, didahului oleh sustu motifasi (yang
berkaitan dengan situasi-situasi dialog terhadap pengalaman-pengalaman
masyarakat yang mungkin diperoleh para pembelajar )dan sustu diskusi mengenai
fungsi dan situasi orang, peranan, latar, topik, dan keinformalan atau
keformalan bahasa yang menuntut fungsi dan situasi tersebut.
2) Kemudian dilanjutkan dengan praktik lisan (pengulangan) setiap ucapan
bagian dialog yang di sajikan pada hari itu (seluruh kelas, setengah kelas,
kelompok, individual) dan pada umumnya di dahului oleh model.
3) Selanjutnya pembelajaran di kembangkan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan
dan jawaban-jawaban tetap berdasarkan topik-topik dialog dan sitiasi itu
sendiri.
4) Setelah itu guru dan murid menelaah dan mengkaji salah satu ekspresi
komunikatif dasar dalam dialog itu atau salah satu struktur yang menunjukkan
fungsi tersebut.
5) Kegiatan-kegiatan produksi lisan bergerak maju dari kegiatan terpimpin
menuju kegiatan komunikasi yang lebih bebas.
6) Setelah kegiatan latihan lisan, siswa menyalin dialog-dialog, atau
dialog-dialog mini atau modul-modul kalau tidak terdapat atau tertera dalam teks
kelas.
7) Sebelum pembelajaran akan segera berakhir, guru memberi contoh tugas
pekerjaan rumah secara tertulis, kalau diperlukan.
8) Akhirnya, dilakukan evaluasi pembelajaran (hanya lisan), misalnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.[7]
3. Kelebihan
dan Kekurangan Metode Komunikatif
a. Keunggulan
Keunggulan metode ini terletak pada ciri
komunikatifnya itu sendiri. Pendekatan ini menekankan komunikasi sehingga
kelancaran siswa dalam menggunakan bahasa akan cepat tercapai. Kegiatan dalam
kelas tidak berpusat pada guru melainkan berpusat pada siswa sehingga siswa
terlibat aktif dalam berbagai bentuk kegiatan dalam penyelesaian masalah yang
dilakukan secara berpasangan, bertiga atau dalam kelompok-kelompok kecil.
Selain itu siswa akan termotivasi untuk belajar bahasa asing karena mereka
melakukan sesuatu yang bermakna dengan kegiatan bahasa ini. Kenyamanan di dalam
kelas juga tercipta dengan baik karena mereka mendapat kesempatan yang banyak
dalam berinteraksi dengan teman-temanya ataupun dengan gurunya.
b. Kelemahan
Sedangkan kelemahan metode ini terletak pada
penilaianya. Setiap kesempatan siswa dilibatkan dalam kegiatan yang menekankan
“kelancaran” sementara penilaianya kebanyakan berfokus pada “ketelitian”.
Contoh kelemahan metode ini dapat kita lihat dalam tes akhir yang umumnya tidak
memberi penilaian pada kemampuan komunikasi siswa secara langsung, melainkan
memberikan penilaian pada penggunaan kosa kata dan tata bahasa siswa. Selain
kelemahan dalam sistem penilaianya, metode ini juga memiliki kelemahan dalam penyediaan Authentic material. Authentic materialyang sesuai dengan tingkat
kemampuan siswa sulit di temukan, terutama bahan untuk istima’. Kelemahan lainya dapat di lihat pada kesalahan tata bahasa
yang lebih banyak terjadi pada saat siswa berbicara karena guru kurang
memberikan feedback terhadap
kesalahan siswa sehingga cenderung menjadi kesalahan yang sulit untuk di
perbaiki lagi.
C.
Metode Guru Diam (silent way)
Metode Cara Diam atau The
Silent Way yang diperkenalkan oleh Gattegno ini dalam orientasinya dapat
diklasifikasikan sebagai kognitivis. Dalam pandangan Gattegno, pikiran
merupakan agen, wali, atau perantara aktif yang mampu membangun kriteria
intinya sendiri buat belajar. Ketiga kata kunci filisofi yang berada di
belakang pendekatan ini adalah kebebasan (independence), otonomi (autonomy),
dan pertanggungjawaban (responsibility). Metode Cara Diam beranggapan
bahwa para pelajar bekerja dengan sumber-sumber dalam diri mereka (yaitu
struktur kognitif yang ada, pengalaman, perasaan, pengetahuan mengenai dunia,
dsb) (Tarigan, 1986:257).
1.
Konsep Dasar Metode Guru Diam
Silent
way ( metode guru diam/ al thariqah al-
shamitah ) dicetuskan oleh Caleb Gategno (1972), seorang ahli pengajaran
bahasa yang menerapkan prinsip-prinsip kognitivisme dan ilmu filsafat dalam
pengajaranya. Ide dasar untuk memunculkan metode ini antara lain:
a.
Diri
(the self) seseorang sama dengan
tenaga yang berkerja dalam tubuhnya melalui pancaindra, dan tujuan untuk
mengatur masukan-masukan dari luar.
b.
Diri
seseorang itu mulai bekerja pada waktu manusia diciptakan dalam kandungan.[8]
Selanjutnya ia melihat bahwa belajar pada hakikatnya melibatkan dua
langkah :
a.
Belajar
adalah pekerjaan yang sengaja dilakukan dengan sadar dan diperintah oleh
kemauan yang keras (will). Hal ini
diatur oleh otak yang menghasilkan aktivitas mental.
b.
Belajar
adalah proses mengasimilasikan hasil-hasil aktivitas mental melalui pembentukan
gambaran batin (images) yang baru
atau perubahan gambaran batin yang lama.[9]
Dr.Gattegno mulai memperkenalkan metode ini lewat bukunya “ Teaching Foreign Languages In School: A
Silent Way.” Metode ini dianggap bukan hanya guru yang diminta diam 90%
dari alokasi waktu yang dipakai tetapi ada juga saat-saat tertentu di mana
murid juga diam tidak membaca, tidak menghayal, tidak menonton video, tetapi
mereka konsentrasi pada bahasa asing yang baru saja didengar. Prinsip yang dipegang adalah adanya respek terhadap
kemampuan murid untuk mengerjakan masalah-masalah bahasa serta kemapuan untuk
mengingat informasi tanpa adanya bantuan minimalpun dari guru. Siswa dibiarkan
dahulu bersalah dalam berbahasa.[10]
Menurut madsen(1979:35), “ The Silent Way
” telah pernah dipakai mengajarkan bahasa Arab, Portugis, Kanton, Mandarin,
Cina, Inggris, Parsi, Jerman, Hindi, Hungaria, Itali, Jepang, Rusia, dan
Spanyol. Stevick ( 1982:201 ) menyatakan ada tiga inti dari The Silent Way :
1.
Watch ( perhatian )
2.
Give only what is needed (
beri / ajarkan apa yang dibutuhkan saja )
3.
Wait!
( tunggu ).[11]
Materi yang digunakan dalam metode guru diam ini berdasarkan
struktur bahasa. Bahasa dipandang sebagai kelompok-kelompok bunyi yang
dihubungkan dengan makna-makna tertentu, dan diatur menjadi kalimat-kalimat
melalui aturan-aturan bahasa. Pelajaran disajikan secara bertahap dari
unsur-unsur yang mudah ke yang sukar. Sedangkan materi kosa kata dan struktur
kalimat disajikan sedikit demi sedikit sehingga menjadi unit-unit yang kecil.
Metode guru diam memiliki tujuan pokok sebagai berikut:
a.
Melatih
ketrampilan para pelajar dalam menggunakan bahasa asing yang dipelajari secara
lisan.
b.
Melatih
ketrampilan para pelajar dalam menyimak pembicaraan lawan bicara.
c.
Melatih
pelajar agar mampu menguasai tata bahasa yang praktis.[12]
2.
Langkah-langkah Metode Guru Diam
a.
Pendahuluan.
Guru menyediakan alat peraga berupa: (a) papan peraga yang bertuliskan materi (fidel
chart). Papan ini berisi ejaan dari semua suku kata dalam bahasa asing yang
dipelajari. Ejaan yang berlafal sama diberi warna yang sama.; (b) tongkat/balok
kayu (Cuisenaire rods). Tongkat ini nantinya akan digunakan sebagai alat
peraga dalam membentuk kalimat lengkap.
b.
Guru
menyajikan satu butir bahasa yang dipahami. Penyajiannya satu kali saja. Dengan
demikian ia memaksa para pelajar untuk menyimak dengan baik.
c.
Sesudah
pelajar mampu mengucapkan bunyi-bunyi dalam bahasa asing yang dipelajari, guru
menyajikan papan peraga yang kedua yang barisi kosa kata terpilih.
d.
Guru
menggunakan tongkat yang telah
disediakan untuk memancing para pelajar berbicara dengan bahsa asing yang
sedang dipelajari. Pada saat tu guru mengangkat tongkat dan berkata, misalnya :
هذااڶعصاأحمر
Setelah itu guru menggangkat tongkat lain, misalnya :
هذاالعصاأزرق
Setelah itu guru meminta salah satu pelajar untuk maju ke depan dan
menunjuk balok lain, misalnya :
خذالعصاالاخضر
Lalu pelajar itu mengatakan
هذااعصاأخضر
Setelah itu pelajar tersebut diminta
untuk melakukan dan mengatakan hal yang sama kepada temannya yang lain, dan seterusnya.
e.
Sebagai
penutup, guru bisa mengadakan pengetesan
kenerhasilan pelajar penguasaan kosa kata yang telah diajarkan.[13]
3.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Guru Diam
Sebagaimana metode-metode lain, silent
way juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Di antara kelebihannya adalah:
a.
Tugas-tugas
dan aktifitas-aktifitas dalam metode ini bertugas untuk mendorong serta
membentuk respon pelajar. Maka dalam hal ini kelas menjadi aktif.
b.
Respon
pelajar dipancing tanpa instruksi lisan dari guru dan tanpa pemberian contoh
yang berulang. Oleh karena model kalimat diberikan hanya satu kali, pelajar
yang tidak menyimak akan terdorong untuk menyimak model kalimat seterusnya.
Selain mendidik untuk selalu berkonsentrasi terhadap materi pelajaran, juga
para pelajar dituntut untuk selalu berusaha sendiri dalam belajar.
c.
Karena
tidak ada pembetulan-pembetulan kalau ada kesalahan yang dilakukan oleh
pelajar, dan tidak ada keterangan-keterangan, maka pelajar didorong untuk
membuat analogi-analogi sendiri dengan cara mengadakan kesimpulan dan rumusan
aturan-aturan sendiri. Ini melatih mereka dalam membuat kesimpulankesimpulan
dan keputusan secara cepat.
Di antara kekurangannya adalah:
a.
Pada
konsep dasarnya, silent way memberikan kebebasan kepada pelajar untuk
menentukan pilihan-pilihan dalam situasi-situasi yang disajikan termasuk dalam
membuat konstruksi kalimat. Cara ini memberikan kesan bahwa para pelajar dapat
menguasai situasi belajar. Namun dalam kenyataanya, gurulah yang menguasai
materi dan jalan pengajarannya di dalam kelas. Dengan demikian sebenarnya
proses belajar mengajar masih teacher-centered
(berpusat pada guru).
b.
Jika
ditelaah secara seksama, silent way
digunakan untuk pelajar tingkat pemula yang
hanya diberikan materi-materi pelafalan suku kata, kosa kata, dan
membuat konstruksi kalimat-kalimat sederhanaannya. Sedangkan membaca dan
mengarang nampaknya akan sulit diajarkan dengan metode ini.
c.
Sebagaimana
dijelaskan dalam konsep dasarnya, silent
way bertujuan membimbing para pelajar agar mencapai kelancaran berbahasa yang hampir sama dengan penutur asli, maka
mereka dituntut untuk menguasai lafal yang benar, intonasi, irama, dan jeda
dalam berbicara dengan bahasa asing yang dipelajari. Proses belajar mengajar
yang digariskan oleh metode ini nampaknya tidak memberi jaminan untuk mencapai
tujuan tersebut.
d.
Pada
dasarnya silent way pada akhirnya cenderung memiliki banyak kesamaan dengan
audiolingual, sebab sebagaimana pun para pelajar diberi materi pelajaran satu
kali akan sangat membutuhkan pengulangan, apalagi mereka yang baru mengenal
bahasa asing yang sedang dipelajari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Metode Audiolingual
Metode audiolingual
adalah metode mendasarkan diri kepada pendekatan struktural dalam pengajaran
bahasa. Sebagai implikasinya metode ini menekankan penelaahan dan
pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari dengan memulainya dari sistem
bunyi (fonologi), kemudian sistem pembentukan kata (morfologi), dan sistem
pembentukan kalimat (sintaksis)
Jika
melihat konsep dasarnya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
aplikasinya yaitu:[14]
a.
Pelajar
harus menyimak, kemudian berbicara, lalu membaca, dan akhirnya menulis;
b.
Tata
bahasa harrus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialog
dengan topik-topik situasi-siyuasi sehari-hari;
c.
Latihan
(drill/al-tadribat) harus mengikuti
operant-conditioning seperti yang telah dijelaskan. Dalam hal ini hadiah baik
diberikan ;
d.
Semua
unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah kepada yang sukar atau
bertahap (graded
exercise/tadarruj/al-tadrib);
e.
Kemungkinan-kemungkinan
untuk membuat kesalahan dalam memberi respon harus dihindarkan, sebab penguatan
positif dianngap lebih efektif dari pada penguatan negatif.
2.
Metode Komunikatif
Metode
komuikatif adalah sebuah metode yang lebih mengandalkan kreativitas para palajar
dalam melakukan latihan. Pada tahap ini keterklibatan guru secara langsung
mulai dikurangi untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk mngembangkan
kemampuan sendiri. Para pelajar pada tahap ini ditekankan untuk lebih banyak
berbicara dari pada guru. Secara pikologis setiap kelas mmiliki keendrungan,
pandangan dan kemampuan kolektif yang tidak sama, oleh bab itu guru harus pandi
memanfaatkan kondisi ini agar setiap embelajaran yang dilakukan setidaknya
memberikan kegairahan kepada mereka.
Dalam pengajaran yang menggunakan metode komunikatif, teknik yang paling
banyak di gunakan adalah penggunaan bahan ajar otentik (min mashadir
asliyyah/authentic material), permainan bahasa (al’ab lugawiyah/language
games), rangkaian gambar cerita (silsilah qishah mushawwarah/picture
strip story) dan bermain peran (tamsil daur/role play), penyelesaian
masalah (hal musykilat/problem solving).
3.
Metode Guru Diam
Dr.Gattegno mulai memperkenalkan metode
ini lewat bukunya “ Teaching Foreign
Languages In School: A Silent Way.” Metode ini dianggap bukan hanya guru
yang diminta diam 90% dari alokasi waktu yang dipakai tetapi ada juga saat-saat
tertentu di mana murid juga diam tidak membaca, tidak menghayal, tidak menonton
video, tetapi mereka konsentrasi pada bahasa asing yang baru saja didengar.
Prinsip yang dipegang adalah adanya
respek terhadap kemampuan murid untuk mengerjakan masalah-masalah bahasa serta
kemapuan untuk mengingat informasi tanpa adanya bantuan minimalpun dari guru.
B.
Kritik dan Saran
Dalam
pembuatan makalah diatas, mungkin masih terdapat banyak kesalahan atau
kekurangan. Karena keterbatasan kemampuan kami oleh karena itu, kami mohon
kepada teman-teman dan khususnya Ibu pengampuh dalam bidang ini untuk
membimbing kami dalam membuat makalah yang lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Acep Hermawan, 2011, Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Direktorat Jendral Pendidikan Islam. Pembelajaran Bahasa Arab.hal[1] Prof.
Dr. Azhar Arsyad, 2010, Bahasa Arab Dan
Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[1] Acep, Hermawan.2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.Bandung:PT
Remaja Rosdakarya.hal 184-185
[2] Ibid hal 185-188
[3] Ibid. Hal 188-190
[4] Ibid. Hal 191-192
[7] Direktorat Jendral
Pendidikan Islam. Pembelajaran Bahasa Arab.hal.103-104
[8] Acep Hermawan, 2011, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hlm 201
[9] Ibid, hlm 202
[10] Prof. Dr. Azhar Arsyad, 2010, Bahasa
Arab Dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm 28
[11] Ibid, hlm 29
[12] Acep Hermawan, 2011, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hlm 203
[13] Ibid, hlm 203-204